This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara – arman-inspirator.blogspot.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - arman-inspirator.blogspot.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - arman-inspirator.blogspot.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - arman-inspirator.blogspot.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - arman-inspirator.blogspot.com.

Minggu, 09 Juni 2013

BACA YA, Bagusss ;)

IT’S TRUE !!
Seseorang telah menuliskan kata-kata yang indah ini.
Cobalah ambil sedikit untuk mengerti maknanya
1. Doa bukanlah “ban serap” yang dapat kamu keluarkan ketika dalam masalah, tapi “kemudi” yang menunjukkan arah yang tepat.
2. Kenapa kaca depan mobil sangat besar dan kaca spion begitu kecil?
Karena masa lalu kita tidak sepenting masa depan kita.
Jadi, pandanglah ke depan dan majulah.
3. Pertemanan itu seperti sebuah buku.
Hanya membutuhkan waktu beberapa detik untuk membakarnya, tapi butuh waktu tahunan untuk menulisnya.
4. Semua hal dalam hidup adalah sementara.
Jika berlangsung baik, nikmatilah, karena tidak akan bertahan selamanya.
Jika berlangsung salah, jangan khawatir, karena juga tidak akan bertahan lama.
5. Teman lama adalah emas!
Teman baru adalah berlian!
Jika kamu mendapat sebuah berlian, jangan lupakan emas! Karena untuk mempertahankan sebuah berlian, kamu selalu memerlukan dasar emas.
6. Seringkali ketika kita hilang harapan dan berpikir ini adalah akhir dari segalanya, Tuhan tersenyum dari atas dan berkata ” Tenang sayang, itu hanyalah belokan, bukan akhir!
7. Ketika Tuhan memecahkan masalahmu, kamu memiliki kepercayaan pada kemampuanNya; ketika Tuhan tidak memecahkan masalahmu, Dia memiliki kepercayaan pada kemampuanmu.
8. Seorang buta bertanya pada seorang  Bhikhu : “Apakah ada yang lebih buruk daripada kehilangan penglihatan mata?” Dia menjawab : “Ya ada, kehilangan visimu!”
9. Ketika kamu berdoa untuk orang lain, Tuhan mendengarkanmu dan memberkati mereka, dan terkadang, ketika kamu aman dan happy, ingat bahwa seseorang telah mendoakanmu.
10. Khawatir tidak akan menghilangkan masalah besok, hanya akan menghilangkan kedamaian hari ini.
Jika kamu menikmati dan merasa sudah diberkati, mohon mengirimkan juga ke orang lain.
Karena siapa tau akan mencerahkan hari seseorang juga..
“Berilah maka engkau akan menerima….!

“MAMA BIJAK…”

Seorang anak bertanya kepada Mamanya : “Ma, temanku membiarkan nyamuk menggigit tangannya sampai kenyang agar tidak menggigit anaknya. Apakah Mama juga akam melakukan hal yg sama ?”

Si Mama tertawa : “Tidak. Tetapi Mama akan mengejar setiap nyamuk sepanjang malam agar tidak sempat menggigit siapapun”
“Oh iya. Kubaca tentang seorang Mama yg rela tidak makan agar anak 2x nya bisa makan kenyang. Akankah Mama lakukan hal yg sama ?”, si anak kembali bertanya.
Dengan tegas Mamanya menjawab “Mama akan kerja keras agar kita semua bisa makan kenyang & kamu tidak harus sulit menelan karena melihat Mama menahan lapar”.

Si anak tersenyum…:
“Aku bisa selalu bersandar padamu Mama”.
Sambil si Ibu berkata : “Tidak Nak !. Tetapi Ibu akan mengajarmu berdiri kokoh di atas kakimu sendiri agar tidak harus jatuh tersungkur ketika suatu saat nanti Mama harus pergi meninggalkanmu”

MORAL :
“Seorang Mama yg bijak bukan hanya menjadikan dirinya tempat bersandar tetapi juga bisa membuat sandaran tersebut tidak lagi diperlukan”

2 HUKUM KARMA

“Berbuat Baik untuk MEMBAYAR UTANG KARMA”. Ini adalah pernyataan yang tidak asing bagi kita, dan sering kita dengar. Benarkah pernyataan ini ?

Pernyataan ini seolah-olah HUKUM KARMA adalah HUKUM TAMBAH KURANG, dimana dengan melakukan KARMA BAIK, maka kita BISA MENGURANGI atau MELUNASI HUTANG KARMA BURUK KITA.

Padahal HUKUM KARMA sesungguhnya adalah HUKUM SEBAB AKIBAT, bukan hukum tambah kurang.

Artinya adalah SEMUA SEBAB (KARMA) akan MENGHASILKAN AKIBATNYA masing2 sesuai dengan BOBOTNYA, BILA KONDISINYA sudah “PAS”.

Baik itu KARMA BAIK ataupun KARMA BURUK tetap akan menghasilkan AKIBATNYA masing2 sesuai dengan bobotnya bila kondisinya sudah PAS, tidak bisa saling mengurangi apalagi meniadakan (bayar hutang).

PERBUATAN BAIK (KARMA BAIK) adalah bagaikan PAYUNG yang bisa MELINDUNGI kita dari HUJAN. Namun ingatlah bahwa PAYUNG tidak bisa menghentikan HUJAN, apalagi meniadakan HUJAN.

Demikianlah KARMA BAIK bila kondisinya sudah PAS, buahnya (AKIBATNYA) bisa melindungi kita mengurangi penderitaan yang di AKIBATKAN oleh KARMA BURUK kita, namun tidak bisa membayar hutang atau mengurangi KARMA BURUK kita.

Bila GARAM adalah KARMA BURUK,
AIR PUTIH adalah KARMA BAIK,
CANGKIR adalah DIRI KITA, dan
RASA adalah AKIBAT/BUAH KARMA.

Maka sebanyak apapun AIR PUTIH yang dimasukkan kedalam CANGKIR yang berisi GARAM, TIDAK AKAN mengurangi GARAM yang telah berada didalamnya, NAMUN AIR PUTIH MAMPU mengurangi RASA ASIN yang di AKIBATKAN oleh GARAM tersebut.

Semoga dengan menyadari bahwa KARMA BAIK TIDAK BISA dan BUKAN UNTUK membayar HUTANG KARMA BURUK, kita tidak lagi berprinsip bahwa BERBUAT BAIK untuk MELUNASI HUTANG KARMA BURUK kita, namun BERBUAT BAIKLAH karena PERBUATAN BAIK itu MEMANG BAIK adanya…

Semoga Semua Makhluk Berbahagia.
Have a blessed night

PLAK..

Seorang biksu kecil yang baru ditahbis, diminta untuk mengambil air, Ia diminta untuk mengambil air di dekat sumur vihara.

Ia pun pergi ke sumur dan mencoba untuk menimba sumur, yang didapatkannya adalah ember kosong tanpa ada airnya. semakin ditimba semakin sia² usaha mendapatkan air.

Semakin marah kesel dan jengkel, sumur itu tetap tidak memberikan air. Ia tidak percaya, dan mengintip ke dalam sumur. Sumur itu sangat dalam dan terlihat gelap ke dasar, hampir dipastikan tidak dapat terlihat apa yang ada di dalam sumur.

Semakin berusaha, semakin emosi, dan kesel, semakin kesal yang ada malah keringat membasahi tubuh.

Tiba² Gurunya datang, lalu biksu kecil itu komplain sama gurunya.
“Mengapa Guru tidak berkata bila sumur ini kosong, mengapa saya harus menimbanya?”

Sang Guru Balik bertanya: “Berapa kali kamu menimba?”

Biksu kecil menjawab: “Sudah banyak kali, dan sudah emosi jiwa”.

Guru: “Bila sudah tahu kosong, mengapa harus menimba? mengapa harus emosi dan mengapa menutup indra kesadaranmu?”

“PLAK”

Kepala biksu kecil itu dipukul dengan tongkat.

“Lihat ke samping sumur itu, disana ada kran air dari pompa sumur, tinggal dibuka krannya airpun mengalir, Aku suruh kamu mengambil air di dekat sumur, bukan menimba sumur!”

Seketika wajah biksu kecil itu merah padam…

Buang² energi dan emosi…
Hanya karena tidak ada usaha untuk membuka “Kesadaran”

Akhirnya Ia pun mendapat “PENCERAHAN”.

Bagaimana dengan anda sekalian?

Dari awal membaca pasti memiliki pikiran yang sama seperti biksu kecil itu?

•”?•?ë..?ë..?ë•”?•…

“PLAK”

Pencerahankah?

•”?•?ë..?ë..?ë•”?• amitofo…

Sering kita marah tanpa alasan, emosi jiwa, padahal duduk persoalannya disebabkan oleh karena kita sok tahu, sok yakin bener, dan tidak mau tahu.

Akhirnya menyalahkan kondisi yang ada.

Padahal yang perlu di benerin dan di servis pikiran kita.

Kalo mentok menghadapi satu masalah, buka mata buka hati cari solusi lain…

Tapi memang kadang² harus “PLAK” baru pencerahan…

Klinik Rohani

Saya pergi ke sebuah klinik untuk check-up kesehatan rohani.
Pertama kali datang, saya diukur tensi, ternyata saya memiliki “kelembutan hati yg rendah”.

Ketika temperatur saya diukur, termometer menunjukkan derajat “kegelisahan hampir 40 derajat celcius”.

Ketika pemeriksaan jantung, saluran arteri tersumbat oleh berbagai ”kekecewaan, kesedihan, kemarahan dan dendam,” sehingga memerlukan “bypass”.

Ketika saya ke Orthopedic , kelihatanlah tulang² mulai keropos oleh “rasa cemburu & iri”.

Ketika memeriksakan mata yang mulai terganggu, diketahui penyebabnya adalah karena saya sering “melihat kekurangan²” orang di sekitar saya, sehingga kemampuan mata untuk melihat hal-hal yg indah & baik mulai tertutup.

Ketika mengeluhkan pendengaran saya, terapis menyarankan untuk mulai “latihan mendengar suara-suara Tuhan & sesama” setiap hari untuk lebih mensensitifkan pendengaran.

Setelah menjalani semua check-up itu saya mendapat konsultasi dan obat gratis atas kemurahan Tuhan untuk mengobati semua penyakit saya tersebut.

Obat yg diberikan adalah obat alami yg ditulis di atas resep sbb:
- Setiap pagi minum segelas RASA SYUKUR atas segala yg saya miliki
- Setiap siang minum sesendok PIKIRAN POSITIF & PENGAMPUNAN
- Setiap jam minum 1 buah pil KESABARAN, secangkir KERENDAHAN HATI & satu mangkuk KASIH
- Setiap pulang ke rumah sore hari minum satu dosis CINTA
- Setiap malam sebelum tidur minum kaplet SUARA HATI yg jernih, 1 pil anti KESEDIHAN & KEPUTUSASAAN karena peristiwa-peristiwa yg saya alami hari ini
- Tidur berselimutkan DOA & PENGHARAPAN

Kini saya sudah mulai sembuh & dapat menjalani aktivitas dengan lebih baik. Anda mau mencobanya?

Harapan Di Hari Tua: Kisah Seorang Opa

Suatu hari seorang teman saya pergi ke rumah orang jompo atau lebih terkenal dengan sebutan panti werdha bersama dengan teman-temannya. Kebiasaan ini mereka lakukan untuk lebih banyak mengenal bahwa akan lebih membahagiakan kalau kita bisa berbagi pada orang-orang yang kesepian dalam  hidupnya.

Ketika teman saya sedang berbicara dengan beberapa ibu tua, tiba-tiba mata teman saya tertumpu pada seorang opa tua yang duduk menyendiri sambil menatap kedepan dengan tatapan kosong.

Lalu sang teman mencoba  mendekati opa itu dan mencoba mengajaknya berbicara. Perlahan tapi pasti sang opa akhirnya mau mengobrol dengannya sampai akhirnya si opa menceritakan tentang kisah hidupnya.

Si opa memulai cerita tentang hidupnya sambil menghela napas panjang.

Sejak masa muda saya menghabiskan waktu saya untuk terus mencari usaha yang baik untuk keluarga saya, khususnya untuk anak-anak yang sangat saya cintai. Sampai akhirnya saya mencapai puncaknya dimana kami bisa tinggal di rumah yang sangat besar dengan segala fasilitas yang sangat bagus.

Demikian pula  dengan anak-anak saya, mereka semua berhasil sekolah sampai keluar negeri dengan biaya yang tidak pernah saya batasi. Akhirnya mereka semua berhasil dalam sekolah, usahanya, dan juga dalam berkeluarga.

Tibalah  dimana kami sebagai orangtua merasa  sudah saatnya pensiun dan menuai hasil panen kami.

Tiba-tiba istri tercinta saya yang selalu setia menemani sejak saya memulai kehidupan ini meninggal dunia karena sakit yang sangat mendadak. Lalu sejak kematian istri saya tinggallah saya hanya dengan para pembantu kami karena anak-anak kami semua tidak ada yang mau menemani saya karena mereka sudah mempunyai rumah yang juga besar.

Hidup saya rasanya hilang, tiada lagi orang yang mau menemani saya setiap saat saya memerlukannya. Tidak sebulan sekali anak-anak mau menjenguk saya  ataupun memberi kabar melalui telepon.

Lalu tiba-tiba anak sulung saya datang dan mengatakan kalau dia akan menjual rumah karena selain tidak effisien juga toh saya dapat ikut tinggal dengannya.

Dengan hati yang berbunga saya menyetujuinya karena toh saya juga tidak memerlukan rumah besar lagi, tapi tanpa ada orang-orang yang saya kasihi di dalamnya. Setelah itu saya ikut dengan anak saya yang sulung.

Tapi apa yang saya dapatkan? setiap hari mereka sibuk sendiri-sendiri dan kalaupun mereka ada di rumah tak pernah sekalipun mereka mau menyapa saya. Semua keperluan saya pembantu yang memberi.

Untunglah saya selalu hidup teratur dari muda maka meskipun sudah tua saya tidak pernah sakit-sakitan. Lalu saya tinggal di rumah anak saya yang lain.

Saya berharap kalau saya akan mendapatkan suka cita di dalamnya, tapi rupanya tidak. Yang lebih menyakitkan semua alat-alat untuk saya pakai mereka ganti, mereka menyediakan semua peralatan dari kayu dengan alasan untuk keselamatan saya, tapi sebetulnya mereka sayang dan takut kalau saya memecahkan alat-alat mereka yang mahal-mahal itu. Setiap hari saya makan dan minum dari alat-alat kayu atau plastik yang sama dengan yang mereka sediakan untuk para pembantu dan anjing mereka.

Setiap hari saya makan dan minum sambil mengucurkan airmata dan bertanya dimanakah hati nurani mereka?

Akhirnya saya tinggal dengan anak saya yang  terkecil, anak yang dulu sangat saya kasihi melebihi yang lain karena dia dulu adalah seorang anak yang sangat memberikan kesukacitaan pada kami semua.

Tapi apa yang saya dapatkan? setelah beberapa lama saya tinggal di sana akhirnya anak saya dan  istrinya mendatangi saya lalu mengatakan bahwa mereka akan mengirim  saya  untuk tinggal di panti jompo dengan alasan supaya saya punya teman untuk berkumpul dan juga mereka berjanji akan selalu mengunjungi saya.

Sekarang sudah 2 tahun saya di sini, tapi tidak sekalipun dari mereka yang datang untuk mengunjungi saya apalagi membawakan makanan kesukaan saya.

Hilanglah semua harapan saya tentang anak-anak yang saya besarkan dengan segala kasih sayang dan kucuran keringat. Saya bertanya-tanya mengapa kehidupan hari tua saya demikian menyedihkan padahal saya bukanlah orang tua yang menyusahkan, semua harta saya mereka ambil. Saya hanya minta sedikit perhatian dari mereka, tapi mereka sibuk dengan diri sendiri.

Kadang saya menyesali diri mengapa saya bisa mendapatkan anak-anak yang demikian buruk. Masih untung di sini saya punya teman-teman dan juga kunjungan dari sahabat-sahabat yang mengasihi saya, tapi tetap saya merindukan anak-anak saya.

Sejak itu teman saya selalu menyempatkan diri untuk datang ke sana dan berbicara dengan sang opa.

Lambat laun, tapi pasti kesepian di mata sang opa berganti dengan keceriaan apalagi kalau sekali-sekali teman saya membawa serta anak-anaknya untuk  berkunjung.

Sampai hatikah kita membiarkan para orangtua kesepian dan menyesali hidupnya hanya karena semua kesibukan hidup kita. Bukankah suatu haripun kita akan sama dengan mereka, tua dan kesepian?

Enjoy your life and Expand

Uang yg sudah hilang dapat dicari kembali, tetapi waktu yg berlalu tidak dpt dibeli kembali.

Sahabat ,
Apakah anda menikmati hidup anda?
Apakah hidup anda bener2 diisi oleh kegiatan2 yg mbawa dampak baik bagi hidup anda sndr?

Bnyk org mhabiskan hidupnya dgn hal2 tidak penting, misalnya nonton TV berlebihan, tidur berlebihan, atau kerja berlebihan dan waktu berlalu bgitu saja.

Dan coba tebak, org2 sperti itu pada masa2 tua nya menjadi org yg sgt menyedihkan. Kalau anda tidak percaya, coba saja wawancara bbrp org tua yg menyedihkan, tnykan bgaimana mreka menghabiskan masa muda mreka.

Tny juga org tua yg happy go lucky dan menikmati masa tua nya, apa yg mreka lakukan di masa muda.

Sahabat, hari ini sy mau mengajak anda utk membuat hidup anda lebih hidup.
Lakukan apa yg anda benar2 sukai, dan nikmatilah.

-bermainlah lebih sering dengan anak2 anda. Percayalah, anak anda akan mengingatnya sampai dia tua!

-berkencanlah dgn istri/suami anda stiap minggu. Bercengkramalah sperti saat anda bpacaran. Ini adalah salah satu resep keluarga harmonis. Love your spouse!

-lakukan apa yg benar2 menjadi hasrat anda. Anda suka bernyanyi? Benyanyilah! Anda suka memasak? Memasaklah! Ini adalah bagian terbaik, kan?

-bergaulah dengan teman2 anda. Relasi yg baik dgn tmn2 anda adalah berkat yg luar biasa!!

-berikan waktu, minimal sminggu skali utk dihabiskan dengan orang tua anda. Ajak mreka berkencan!! Ngobrolah dgn mreka, bercandalah dgn mreka. Mreka juga mlakukan itu ketika anda kecil.

-berliburlah!! Ga perlu yg mahal2 kok. Yg penting, anda menikmatinya. Tah itu pinggiran kota, pegunungan, pantai, dll.

Berhentilah mengatakan anda tidak punya waktu!
Karena anda punya!
Yg perlu anda lakukan adalah mengatur 24 jam yg diberikan Tuhan sedemikian rupa utk mlakukan hal2 yg mbuat anda benar2 bahagia.
Keluarlah dari rutinitas anda!

Meminjam slogan salah satu iklan motor:
I’m enjoying my life. What about you?

Enjoy your life and Expand!  

Tuhan, Beri Aku Waktu Satu Jam Saja..

Los Felidas adalah nama sebuah jalan di ibu kota sebuah negara di Amerika Selatan, yang terletak di kawasan terkumuh di seluruh kota. Ada sebuah kisah yang menyebabkan jalan itu begitu dikenang dan itu dimulai dari kisah seorang pengemis wanita yang juga ibu dari seorang gadis kecil. Tidak seorang pun yang tahu nama aslinya, hanya beberapa orang tahu sedikit tentang masa lalunya, yaitu bahwa ia bukan penduduk asli di situ, melainkan dibawa oleh suaminya dari kampung halamannya.

Seperti kebanyakan kota besar di dunia ini, kehidupan masyarakat di perkotaan terlalu berat untuk mereka. Belum setahun mereka berada di kota itu, mereka kehabisan seluruh uangnya dan pada suatu pagi mereka sadar bahwa mereka tidak tahu dimana mereka tidur malam nanti dan tidak sepeser pun uang berada di kantong. Padahal mereka sedang menggendong bayi mereka yang masih berumur 1 tahun. Dalam keadaan panik dan putus asa, mereka berjalan dari satu jalan ke jalan lainnya dan akhirnya tiba di sebuah jalanan sepi, di mana puing-puing sebuah toko seperti memberi mereka sedikit tempat untuk berteduh.

Saat itu angin di bulan Desember bertiup kencang, membawa titik-titik air yang dingin. Ketika mereka beristirahat di bawah atap toko itu, sang suami berkata: “Saya harus meninggalkan kalian sekarang. Saya harus mendapatkan pekerjaan apapun, kalau tidak setiap malam kita akan tidur di sini.” Setelah mencium istri dan bayinya ia pergi. Dan ia tidak pernah kembali. Tak seorang pun yang tahu dengan pasti ke mana pria itu pergi, tetapi beberapa orang seperti melihatnya menumpang kapal yang menuju ke Afrika. Selama beberapa hari berikutnya sang ibu yang malang terus menunggu kedatangan suami nya. Dan bila malam tiba, mereka tidur di emperan toko itu.

Pada hari ketiga, ketika mereka sudah kehabisan susu, orang-orang yang lewat mulai memberi mereka uang kecil dan jadilah mereka pengemis di sana selama 6 bulan berikutnya. Pada suatu hari, tergerak oleh semangat untuk mendapat kehidupan yang lebih baik, ibu itu bangkit dan memutuskan untuk bekerja. Masalahnya adalah di mana ia harus menitipkan anaknya, yang kini sudah hampir 2 tahun dan tampak amat cantik jelita. Tampaknya tidak ada jalan lain kecuali meninggalkan anak itu di situ dan berharap agar nasib tidak memperburuk keadaan mereka. Suatu pagi ia berpesan pada anak gadisnya, agar ia tidak kemana-mana, tidak ikut siapa pun yang mengajaknya pergi atau menawarkan gula-gula.

Pendek kata, gadis kecil itu tidak boleh berhubungan dengan siapa pun selama ibunya tidak di tempat. “Dalam beberapa hari mama akan mendapat cukup uang untuk menyewa kamar kecil yang berpintu, dan kita tidak lagi tidur dengan angin di rambut kita”. Gadis itu mematuhi pesan ibunya dengan penuh kesungguhan. Maka sang ibu mengatur kotak kardus di mana mereka tinggal selama 7 bulan agar tampak kosong dan membaringkan anaknya dengan hati-hati di dalamnya. Di sebelahnya ia meletakkan sepotong roti. Kemudian dengan mata yang basah dengan air mata, ibu itu menuju ke pabrik sepatu, di mana ia bekerja sebagai pemotong kulit.

Begitulah kehidupan mereka selama beberapa hari, hingga di kantong sang Ibu kini terdapat cukup uang untuk menyewa sebuah kamar berpintu di daerah kumuh. Dengan sukacita ia menuju ke penginapan orang-orang miskin itu dan membayar uang muka sewa kamarnya. Tapi siang itu juga ada sepasang suami istri pengemis yang moralnya amat rendah, menculik gadis cilik itu dengan paksa dan membawanya sejauh 300 kilometer ke pusat kota. Di situ mereka mendandani gadis cilik itu dengan baju baru, memberi bedak di wajahnya, menyisir rambutnya dan membawanya ke sebuah rumah mewah di pusat kota . Di sana gadis cilik itu dijual. Pembelinya adalah pasangan suami-istri dokter yang kaya, yang tidak pernah bisa punya anak sendiri walaupun mereka telah menikah selama 18 tahun.

Mereka memberi nama anak gadis itu Serrafona dan mereka sangat memanjakannya. Di tengah-tengah kemewahan istana itulah gadis kecil itu tumbuh dewasa. Ia belajar kebiasaan-kebiasaan orang terpelajar seperti merangkai bunga, menulis puisi dan bermain piano. Ia bergabung dengan kalangan-kalangan kelas atas dan mengendarai mobil mewah ke mana pun ia pergi. Satu hal yang baru terjadi dan menyusul hal lainnya dan bumi terus berputar tanpa kenal istirahat. Pada umurnya yang ke-24, Serrafona dikenal sebagai anak gadis Gubernur yang amat jelita, pandai bermain piano, aktif di gereja, dan sedang menyelesaikan gelar dokternya. Ia adalah figur gadis yang menjadi impian setiap pemuda, tapi cintanya direbut oleh seorang dokter muda welas asih yang bernama Geraldo.

Setahun setelah pernikahan mereka, ayahnya wafat dan Serrafona beserta suaminya mewarisi beberapa perusahaan dan sebuah real-estate sebesar 14 hektar yang diisi dengan taman bunga dan istana yang paling megah di kota itu. Menjelang hari ulang tahunnya yang ke-27 ada sesuatu hal yang terjadi dan merubah kehidupan wanita itu. Pagi itu Serrafona sedang membersihkan kamar mendiang ayahnya yang sudah tidak pernah dipakai lagi dan di laci meja kerja ayahnya ia menemukan ada selembar foto seorang anak bayi yang digendong oleh sepasang suami istri. Selimut yang dipakai untuk menggendong bayi itu lusuh dan bayi itu sendiri tampak tidak terurus, karena walau pun wajahnya dilapisi bedak tapi rambutnya tetap kusam.

Ada sesuatu di telinga kiri bayi itu yang membuat jantungnya berdegup kencang. Ia mengambil kaca pembesar dan mengkonsentrasikan pandangannya pada telinga kiri itu. Kemudian ia membuka lemarinya sendiri dan mengeluarkan sebuah kotak kayu mahoni. Di dalam kotak yang berukiran indah itu dia menyimpan seluruh barang-barang pribadinya, dari kalung-kalung berlian hingga surat-surat pribadi. Tapi diantara benda-benda mewah itu terdapat sesuatu terbungkus kapas kecil, sebentuk anting-anting melingkar yang amat sederhana, ringan dan bukan emas murni.

Ibunya yang almarhum memberinya benda itu sambil berpesan untuk tidak kehilangan benda itu. Ia sempat bertanya, kalau itu anting-anting, di mana bagian yang satunya. Ibunya menjawab bahwa hanya itu yang ia punya. Serrafona menaruh anting-anting itu di dekat fotonya. Sekali lagi ia mengerahkan seluruh kemampuan melihatnya dan perlahan-lahan air matanya berlinang . Kini tak ada keragu-raguan lagi bahwa bayi itu adalah dirinya sendiri. Tapi kedua pria wanita yang menggendongnya, yang dengan wajah tersenyum dibuat-buat, belum penah dilihatnya sama sekali. Foto itu seolah membuka pintu lebar-lebar pada ruangan yang selama ini menyimpan pertanyaan-pertanyaan di hatinya, misal: kenapa bentuk wajahnya berbeda dengan wajah kedua orang tuanya, kenapa ia tidak menuruni golongan darah ayahnya.

Saat itulah sepotong ingatan yang sudah seperempat abad terpendam berkilat di benaknya, bayangan seorang wanita membelai kepalanya dan mendekapnya di dada. Di ruangan itu mendadak Serrafona merasa betapa dingin di sekelilingnya, tetapi ia juga merasa betapa hangat kasih sayang dan rasa aman yang dipancarkan dari dada wanita itu. Mata nya basah ketika ia keluar dari kamar dan menghampiri suaminya yang sedang membaca koran: “Geraldo, saya adalah anak seorang pengemis, dan mungkinkah ibu saya masih ada di jalan sekarang setelah waktu 25 tahun terlampaui?”

Itu adalah awal dari kegiatan baru mereka untuk mencari masa lalu Serrafona. Foto hitam-putih yang kabur itu diperbanyak puluhan ribu lembar dan disebar ke seluruh jaringan kepolisian di seluruh negeri. Sebagai anak satu-satunya dari bekas pejabat yang cukup berpengaruh di kota itu, Serrafona mendapat dukungan dari seluruh kantor kearsipan, kantor surat kabar dan kantor catatan sipil. Ia membentuk yayasan-yayasan untuk mendapatkan data dari seluruh panti orang jompo dan badan sosial di seluruh negeri.

Bulan demi bulan berlalu, tapi tak ada perkembangan apa pun dari usahanya. Mencari seorang wanita yang mengemis 25 tahun yang lalu di negeri dengan populasi 90 juta penduduk bukanlah sesuatu yang mudah. Tapi Serrafona tidak menyerah. Dibantu suaminya yang begitu penuh pengertian, mereka terus menerus meningkatkan pencarian mereka. Setiap kali mengendarai mobil, mereka dengan sengaja memilih melewati daerah-daerah kumuh, berharap menemukan titik terang. Terkadang ia berpikiran buruk dan berharap agar ibunya sudah meninggal, sehingga ia tidak terlalu menanggung dosa karena telah mengabaikannya selama seperempat abad. Tetapi entah bagaimana, ia tahu bahwa ibunya masih ada dan sedang menantinya sekarang.

Pagi, siang dan sore ia berdoa: “Tuhan, ijinkan saya satu permintaan terbesar dalam hidup saya: Temukan saya dengan ibu saya”. Tuhan mendengar dan mengabulkan doa itu. Suatu sore mereka menerima kabar bahwa ada seorang wanita yang mungkin bisa membantu mereka menemukan ibunya. Tanpa membuang waktu, mereka terbang ke tempat itu, sebuah rumah kumuh di daerah lampu merah, 600 km dari kota mereka. Ketika melihat, mereka tahu bahwa wanita yang separuh buta itu, yang kini terbaring sekarat, adalah wanita di dalam foto. Dengan suara terputus-putus, wanita itu mengakui bahwa ia memang pernah mencuri seorang gadis kecil di tepi jalan, sekitar 25 tahun yang lalu.

Tidak banyak yang diingatnya, tapi di luar dugaan ia masih ingat kota dan bahkan potongan jalan di mana ia mengincar gadis kecil itu dan kemudian menculiknya. Serrafona memberi anak perempuan yang menjaga wanita itu sejumlah uang dan malam itu juga mereka mengunjungi kota dimana Serrafonna diculik. Mereka tinggal di sebuah hotel mewah dan dari sana mengerahkan orang-orang mereka untuk mencari nama jalan itu. Semalaman Serrafona tidak bisa tidur. Untuk kesekian kalinya ia bertanya-tanya kenapa ia begitu yakin bahwa ibunya masih hidup sekarang dan sedang menunggunya, tetapi ia tetap tidak pernah tahu jawabannya.

Dua hari lewat tanpa kabar. Pada hari ketiga, pukul 18:00 senja, mereka menerima telepon dari salah seorang staf mereka. “Tuhan Mahakasih, Nyonya, kalau memang Tuhan mengijinkan, kami mungkin telah menemukan ibu Nyonya. Hanya cepat sedikit, waktunya mungkin tidak banyak lagi.” Mobil mereka memasuki sebuah jalanan yang sepi, di pinggiran kota yang kumuh dan banyak angin. Rumah-rumah di sepanjang jalan itu tua-tua dan kusam. Satu, dua anak kecil tanpa baju bermain-main di tepi jalan. Dari jalanan pertama, mobil berbelok lagi ke jalanan yang lebih kecil, kemudian masih belok lagi ke jalan berikutnya yang lebih kecil lagi. Semakin lama mereka masuk dalam lingkungan yang semakin menunjukkan kemiskinan. Tubuh Serrrafona gemetar, ia seolah bisa mendengar panggilan itu. “Lekas Serrafona, mama menunggumu, sayang”. Ia mulai berdoa “Tuhan, beri saya setahun untuk melayani mama. Saya akan melakukan apa saja”.

Ketika mobil berbelok memasuki jalan yang lebih kecil, ia bisa membaui kemiskinan yang amat sangat, dan ia berdoa: “Tuhan beri saya waktu sebulan saja”. Mobil belok lagi ke jalanan yang lebih kecil, dan angin yang penuh derita bertiup, berebut masuk melewati celah jendela mobil yang terbuka. Ia mendengar lagi panggilan mamanya, dan ia mulai menangis: “Tuhan, kalau sebulan terlalu banyak, cukup beri kami seminggu untuk saling memanjakan”. Ketika mereka masuk belokan terakhir, tubuhnya menggigil begitu hebat sehingga Geraldo memeluknya erat-erat. Jalan itu bernama Los Felidas. Panjangnya sekitar 180 meter dan hanya kekumuhan yang tampak dari sisi ke sisi, dari ujung keujung. Di tengah-tengah jalan itu, di depan puing-puing sebuah toko, tampak beberapa onggokan sampah dan kantong-kantong plastik, dan di tengah-tengahnya, terbaring seorang wanita tua dengan pakaian sehitam jelaga, tidak bergerak-gerak.

Mobil mereka berhenti di antara 4 mobil mewah lainnya dan 3 mobil polisi. Di belakang mereka sebuah ambulans berhenti, diikuti oleh empat mobil rumah sakit lain. Dari kanan kiri muncul pengemis- pengemis yang segera memenuhi tempat itu. “Belum bergerak dari tadi.” lapor salah seorang. Pandangan Serrafona gelap tapi ia menguatkan dirinya untuk meraih kesadarannya dan segera turun. Suaminya dengan sigap sudah meloncat keluar, memburu ibu mertuanya. “Serrafona, kemari cepat! Ibumu masih hidup, tapi kau harus menguatkan hatimu .” Serrafona memandang tembok di hadapannya, dan ingat saat di mana ia menyandarkan kepalanya ke situ. Ia memandang lantai di kakinya dan ingat ketika ia pertama kali belajar berjalan. Ia membaui bau jalanan yang busuk, yang mengingatkannya pada masa kecilnya. Air matanya mengalir ketika ia melihat suaminya menyuntikkan sesuatu ke tangan wanita yang terbaring itu dan memberinya isyarat untuk mendekat.

“Tuhan, ia meminta dengan seluruh jiwa raganya, beri kami waktu sehari, biarlah saya membiarkan mama mendekap saya dan memberitahunya bahwa selama 25 tahun ini hidup saya amat bahagia. Jadi mama tidak merasa telah menyia-nyiakan hidup saya”. Ia berlutut dan meraih kepala wanita itu ke dadanya. Wanita tua itu perlahan membuka matanya dan memandang keliling, ke arah kerumunan orang-orang berbaju mewah, ke arah mobil-mobil yang mengkilat dan ke arah wajah penuh air mata yang tampak seperti wajahnya sendiri ketika ia masih muda.

“Mama,” ia mendengar suara itu dan tahu bahwa apa yang ditunggunya setiap malam-antara sadar dan tidak-dan tiap hari-antara sadar dan tidak-kini telah menjadi kenyataan. Ia tersenyum dan dengan seluruh kekuatannya menarik lagi jiwanya yang akan lepas. Perlahan ia membuka genggaman tangannya, tampak sebuah anting-anting yang sudah menghitam. Serrafona mengangguk dan tanpa peduli sekelilingnya ia berbaring di atas jalanan itu dan merebahkan kepalanya di dada mamanya. “Mama, saya tinggal di istana dan makan enak setiap hari. Mama jangan pergi dulu. Apapun yang mama mau kita dapat melakukan bersama-sama. Mama ingin makan, ingin tidur, ingin bertamasya, apapun bisa kita bicarakan. Mama jangan pergi dulu… Mama…”

Ketika telinganya menangkap detak jantung yang melemah, ia berdoa lagi kepada Tuhan: “Tuhan Mahapengasih dan pemberi, Tuhan.. Satu jam saja.. Satu jam saja waktu supaya saya dapat bersama dengan mama..” Tapi dada yang didengarnya kini sunyi, sesunyi senja dan puluhan orang yang membisu. Hanya senyum itu, yang menandakan bahwa penantiannya selama seperempat abad tidak berakhir sia-sia.

Belajar Mengasihi Dari Malaikat Kecil

Istriku berkata kepada aku yang sedang baca koran, “Berapa lama lagi kamu baca koran itu? Tolong kamu ke sini dan bantu anak perempuanmu tersayang untuk makan.”

Aku taruh koran dan melihat anak perempuanku satu-satunya, namanya Sindu tampak ketakutan, air matanya mengalir. Di depannya ada semangkuk nasi berisi nasi susu asam/yogurt (nasi khas India/curd rice).

Sindu anak yang manis dan termasuk pintar dalam usianya yang baru 8 tahun. Dia sangat tidak suka makan curd rice ini. Ibu dan istriku masih kuno, mereka percaya sekali kalau makan curd rice ada “cooling effect”.

Aku mengambil mangkok dan berkata, “Sindu sayang, demi ayah, maukah kamu makan beberapa sendok curd rice ini? Kalau tidak, nanti ibumu akan teriak-teriak sama ayah.”

Aku bisa merasakan istriku cemberut di belakang punggungku. Tangis Sindu mereda dan ia menghapus air mata dengan tangannya, dan berkata, “Boleh ayah akan saya makan curd rice ini tidak hanya beberapa sendok tapi semuanya akan saya habiskan, tapi saya akan minta.”

Agak ragu sejenak “akan minta sesuatu sama ayah bila habis semua nasinya. Apakah ayah mau berjanji memenuhi permintaan saya?” Aku menjawab, “Oh…pasti, sayang.”

Sindu tanya sekali lagi, “Betul nih ayah?”

“Ya pasti!” sambil menggenggam tangan anakku yang kemerah mudaan dan lembut sebagai tanda setuju.

Sindu juga mendesak ibunya untuk janji hal yang sama, istriku menepuk tangan Sindu yang merengek sambil berkata tanpa emosi, janji kata istriku. Aku sedikit khawatir dan berkata, “Sindu jangan minta komputer atau barang-barang lain yang mahal yah, karena ayah saat ini tidak punya uang.”

Sindu menjawab, “Jangan khawatir, Sindu tidak minta barang mahal kok.” Kemudian Sindu dengan perlahan-lahan dan kelihatannya sangat menderita, dia bertekad menghabiskan semua nasi susu asam itu. Dalam hati aku marah sama istri dan ibuku yang memaksa Sindu untuk makan sesuatu yang tidak disukainya.

Setelah Sindu melewati penderitaannya, dia mendekatiku dengan mata penuh harap, dan semua perhatian (aku, istriku dan juga ibuku) tertuju kepadanya. Ternyata Sindu mau kepalanya digundulin/dibotakin pada hari Minggu.

Istriku spontan berkata, “Permintaan gila, anak perempuan dibotakin, tidak mungkin.” Juga ibuku menggerutu jangan-jangan terjadi dalam keluarga kita, dia terlalu banyak nonton TV dan program TV itu sudah merusak kebudayaan kita.

Aku coba membujuk, “Sindu kenapa kamu tidak minta hal yang lain kami semua akan sedih melihatmu botak.” Tapi Sindu tetap dengan pilihannya, “Tidak ada yah, tak ada keinginan lain,” kata Sindu. Aku coba memohon kepada Sindu, “Tolonglah…kenapa kamu tidak mencoba untuk mengerti perasaan kami.”

Sindu dengan menangis berkata, “Ayah sudah melihat bagaimana menderitanya saya menghabiskan nasi susu asam itu dan ayah sudah berjanji untuk memenuhi permintaan saya. Kenapa ayah sekarang mau menarik/menjilat ludah sendiri? Bukankah Ayah sudah mengajarkan pelajaran moral, bahwa kita harus memenuhi janji kita terhadap seseorang apa pun yang terjadi seperti Raja Harishchandra (raja India zaman dahulu kala) untuk memenuhi janjinya rela memberikan tahta, harta/kekuasaannya, bahkan nyawa anaknya sendiri.”

Sekarang aku memutuskan untuk memenuhi permintaan anakku, “Janji kita harus ditepati.” Secara serentak istri dan ibuku berkata, “Apakah kamu sudah gila?” “Tidak,” jawabku, “Kalau kita menjilat ludah sendiri, dia tidak akan pernah belajar bagaimana menghargai dirinya sendiri. Sindu, permintaanmu akan kami penuhi.”

Dengan kepala botak, wajah Sindu nampak bundar dan matanya besar dan bagus.

Hari Senin, aku mengantarnya ke sekolah, sekilas aku melihat Sindu botak berjalan ke kelasnya dan melambaikan tangan kepadaku. Sambil tersenyum aku membalas lambaian tangannya.

Tiba-tiba seorang anak laki-laki keluar dari mobil sambil berteriak, “Sindu tolong tunggu saya.” Yang mengejutkanku ternyata, kepala anak laki-laki itu botak.

Aku berpikir mungkin”botak” model zaman sekarang. Tanpa memperkenalkan dirinya, seorang wanita keluar dari mobil dan berkata, “Anak anda, Sindu benar-benar hebat. Anak laki-laki yang jalan bersama-sama dia sekarang, Harish adalah anak saya. Dia menderita kanker leukemia.” Wanita itu berhenti sejenak, nangis tersedu-sedu.

“Bulan lalu Harish tidak masuk sekolah, karena pengobatan chemotherapy kepalanya menjadi botak jadi dia tidak mau pergi ke sekolah takut diejek/dihina oleh teman-teman sekelasnya. Nah Minggu lalu Sindu datang ke rumah dan berjanji kepada anak saya untuk mengatasi ejekan yang mungkin terjadi. Hanya saya betul-betul tidak menyangka kalau Sindu mau mengorbankan rambutnya yang indah untuk anakku Harish. Tuan dan istri tuan sungguh diberkati Tuhan mempunyai anak perempuan yang berhati mulia.”

Aku berdiri terpaku dan aku menangis, “Malaikat kecilku, tolong ajarkanku tentang kasih.”

Bantu share ya, nice story :)

Pagi itu klinik sangat sibuk. Sekitar jam 9:30 seorang kakek berusia 70-an datang untuk membuka jahitan pada luka di ibu-jarinya. Saya menyiapkan berkasnya dan memintanya menunggu, sebab semua dokter masih sibuk dan mungkin dia baru dapat ditangani setidaknya 1 jam lagi. Sewaktu menunggu, pria tua itu nampak gelisah, sebentar-sebentar melirik ke jam tangannya. Saya merasa kasihan. Jadi ketika sedang luang saya sempatkan untuk memeriksa lukanya. Nampaknya cukup baik, sudah kering dan tinggal membuka jahitan dan memasang perban baru. Pekerjaan yang tidak terlalu sulit, sehingga atas persetujuan dokter, saya putuskan untuk melakukannya sendiri.

Sambil menangani lukanya, saya bertanya apakah dia punya janji lain hingga tampak terburu-buru. Lelaki tua itu menjawab tidak, dia hendak ke rumah jompo untuk makan siang bersama istrinya, seperti yang dilakukannya sehari-hari. Dia menceritakan bahwa istrinya sudah dirawat disana sejak beberapa waktu dan istrinya mengidap penyakit Alzheimer. Lalu saya bertanya apakah istrinya akan marah kalau dia datang terlambat. Dia menjawab bahwa istrinya sudah tidak lagi dapat mengenalinya sejak 5 tahun terakhir. Saya sangat terkejut dan berkata,

“Bapak masih pergi kesana setiap hari walaupun istri Bapak tidak kenal lagi?”
Dia tersenyum sambil tangannya menepuk tangan saya dan berkata,
“Dia memang tidak mengenali saya, tetapi saya masih mengenali dia, kan?”

Saya terus menahan air mata sampai kakek itu pergi, tangan saya masih tetap merinding. Cinta kasih seperti itulah yang saya mau dalam hidupku. Cinta sesungguhnya tidak bersifat fisik atau romantis. Cinta sejati adalah menerima apa adanya yang terjadi saat ini, yang sudah terjadi, yang akan terjadi, dan yang tidak akan pernah terjadi.

Bagi saya pengalaman ini menyampaikan satu pesan penting :
Orang yang paling berbahagia tidaklah harus memiliki segala sesuatu yang terbaik, melainkan mereka dapat berbuat yang terbaik dengan apa yang mereka miliki… ;)

MAKNA HIDUP

Hidup ini bukan tentang mengumpulkan nilai.

Bukan mengumpulkan nilai yg selalu dapat dikuantifikasi & konkret 100% terlihat;

Bukan tentang berapa banyak orang yg meneleponmu, mencarimu, mengagumimu, memujimu & juga bukan tentang siapa temanmu, sahabatmu;

Bukan tentang siapa yg tlah kau temani untuk bersenang-senang, olahraga yg kau suka mainkan, pemuda ato gadis mana yg menyukaimu ato kau sukai;

Bukan tentang sepatumu atau rambutmu atau warna kulitmu ato tempat tinggalmu atau asal sekolahmu;

Bahkan, juga bukan tentang nilai-nilai ujianmu, uang, baju, aneka lomba yg kau menangkan ato kalah, atau perguruan tinggi yg menerimamu ato yg tidak menerimamu.

Hidup ini bukan tentang apakah kau memiliki banyak teman,
ato apakah kau seorang diri,
& bukan tentang apakah kau diterima ato tidak diterima oleh lingkunganmu.

Hidup yg paling utama bukanlah tentang itu,
karna itu hanya sebagai pelengkap mengisi kekosongan dari dimensi ruang & waktu akan kehidupanmu.

Namun, hidup ini adalah tentang siapa yg kau cintai ato kau sakiti,
Tentang bagaimana perasaanmu menghargai dirimu sendiri yg diperoleh karena hatimu,
Tentang kepercayaan, kebahagiaan, & belas kasih.

Hidup itu adalah tentang mengatasi rasa tidak peduli, & membina kepercayaan;

Kepercayaan dalam berhubungan antar sesama manusia, baik itu ortu, saudara, teman, sahabat, klien kerja, suami-istri, bahkan kepada TUHAN;

Tentang apa yg kau katakan & yg kau maksudkan dalam menerapkan konsistensimu & komitmenmu;

Tentang menghargai orang apa adanya & bukan karena apa yg dimilikinya.

Dan yg terpenting,
hidup ini adalah tentang memilih untuk menggunakan hidupmu untuk menyentuh hidup orang lain dgn cara yg tidak bisa digantikan dgn cara lain.

“Berilah orang bijak nasihat, maka ia akan menjadi lebih bijak,
ajarilah orang benar, maka pengetahuannya akan bertambah.”

Have a blessed day

KEONG

? ? ? KEONG ? ? ?

Suatu hari ada seorang Pemuda yg diberi TUHAN tugas untuk membawa keong jalan-jalan.

Pemuda itu tak dapat jalan terlalu cepat,
sbab keong itu jalannya lambat sekali.

Keong itu sudah berusaha keras merangkak,
tiap kali hanya beralih sedemikian sedikit.

Pemuda itu mendesak, menghardik, memarahi keong tsb.
Keong memandangnya dgn pandangan meminta maaf, serasa berkata:
“Maaf, nih aku sudah berusaha dengan segenap tenaga!”

Pemuda cuma menggerutu sambil berkata,
“Mengapa TUHAN memintaku mengajak seekor keong berjalan-jalan.
Ya TUHAN, mengapa?
Langit sunyi senyap sekarang.
Biarkan saja keong merangkak di depan, aku kesal di belakang”

TUHAN hanya menjawab,
“Pelankan langkah, Tenangkan hatimu..”

Tiba-tiba tercium aroma bunga,
ternyata adalah sebuah taman bunga.
Pemuda itu merasakan hembusan sepoi angin,
ternyata angin malam demikian lembut.

Ada lagi…
Dia dengar suara kicai burung, suara dengung cacing.
Dia lihat langit penuh bintang cemerlang..

“Mengapa dulu aku tak pernah merasakan semua ini?” tanyanya dalam hati

Barulah pemuda itu teringat,
mungkin dia tlah salah menduga!!
Ternyata TUHAN meminta keong menuntunnya jalan-jalan,
sehingga dia dapat memahami & merasakan keindahan taman yg tak pernah dia alami kalo dia berjalan sendiri dgn cepatnya.

PESAN MORAL,
Saat Tuhan merindukan bertemu denganmu, TUHAN akan memberikan keong.

Keong yg dapat membuat lambat kakimu melangkah kepada sibuknya dunia ini.

Anda mungkin jengkel,
Anda mungkin marah,
tapi saat Anda tenang, maka Anda akan melihat kehendak TUHAN dgn lebih jelas lagi.

Anda akan dapat merasakan belaian kasih-Nya,
Anda akan merasakan dekapan-Nya,
Dan ketahuilah,
“TUHAN sangat mengasihimu !!”

Have a blessed day

- Master Cheng-Yen -

Suatu ketika seorang Biksu sedang berjalan dari satu kota ke kota lain dengan beberapa pengikutnya. Ketika mereka bepergian, kebetulan melewati sebuah danau. Mereka berhenti di sana dan Biksu mengatakan kepada seorang muridnya, “Saya haus, ambilah air dari danau disana. ”

Murid berjalan ke danau. Ketika ia sampai di sana, ia menyadari pada saat yang sama sebuah gerobak mulai melintasi danau tersebut.

Akibatnya air menjadi sangat berlumpur dan sangat keruh. Murid berpikir, “Bagaimana saya bisa memberikan air yang keruh ini pada guru untuk diminum!”

Jadi dia kembali dan mengatakan kepada sang guru, “Air di sana sangat berlumpur. Saya berpikir itu tidak cocok untuk diminum .” Setelah sekitar setengah jam, Biksu itu menyuruh lagi murid yang sama untuk kembali ke danau dan mengambil air. Murid dengan patuh kembali ke danau.

Kali ini dia juga menemukan bahwa danau masih berlumpur. Ia kembali dan memberitahu sang guru tentang hal yang sama. Setelah beberapa waktu, sang guru menyuruh lagi murid yang sama untuk kembali. Ketika si murid sampai ke danau lalu dia berusaha menemukan air yang benar-benar jernih dan layak untuk diminum dan memasukkan ke dalam guci untuk diberikan kepada gurunya.

Biksu memandangi air tersebut, dan sambil menatap muridnya, ia berkata, “Lihat apa yang telah kamu lakukan untuk membuat air bersih. Kamu telah membiarkannya dan lumpur itu mengendap dengan sendirinya maka kamu menemukan air itu sudah jernih.

Pikiran kamu juga seperti itu! Ketika terganggu, hanya membiarkannya. Berikan sedikit waktu maka pikiranmu akan tenang dengan sendirinya. Kamu tidak perlu memasukkan apapun ke dalamnya dalam upaya untuk menenangkannya. Ini adalah tanpa upaya dan akan memperoleh dengan sendirinya. ”
1.Dalam hidup ada “TANTANGAN” supaya kita tahu kita punya “kekuatan”
2.Hidup butuh bekerja “KERAS&CERDAS” supaya kita tahu arti “pengorbanan”
3.Hidup butuh “AIRMATA” supaya kita tahu arti “merendahkan hati”
4.Hidup butuh “dicela” supaya kita tahu bgm cara “menghargai”
5.Hidup butuh “Tertawa” supaya kita tahu mengucap “Syukur”
6.Hidup buttuh “Senyum” supaya kita tahu kita punya “Cinta”
7.Hidup butuh “butuh orang lain” supaya kita tau kita tidak “sendiri”
Maka, selalulah bersyukur dalam segala hal.
- Master Cheng-Yen -

Bersyukurlah

Uang banyak
Uang sedikit
Cukup makan sudah bagus

Paras buruk
Paras cantik
Yg penting enak di pandang

Orang tua
Orang muda
Yang penting sehat

Baik Miskin atau Kaya
Yg penting hidup rukun

Suami pulang malam
Yang penting pulang,
sudah bagus

Walaupun Istri cerewet, salama masih mau mengurus rumah tangga,
sudah bagus

Anak sejak kecil,
Sudah harus diajar dgn baik

Jadi Profesor atau jadi Tukang sayur,
yg penting jadi orang yang baik

Rumah besar atau kecil, asal bisa di tempati,
sudah baik

Branded atau bukan branded,
yang penting nyaman saat digunakan

Roda 2 atau roda 4,
yg penting bisa di kendarai & berguna

Punya Atasan yg  tidak baik,
harus sabar dan kendalikan diri
Semua masalah,
yg penting bisa terselesaikan

Ngotot tak mau Mengalah, Lebih baik di letakkan/ lepaskan(Mengampuni)

Hidup ini yg penting Damai dan Aman

Kalau sudah banyak uang, belum tentu kehidupan akan lebih baik

Hati baik Perbuatan baik, Nasib akan berubah baik

Siapa benar siapa salah, yg tahu hanya TUHAN

Bicara segini banyak, yg penting dimengerti

Langit, bumi & seluruh makhluk,
Ada baiknya mengikuti kodrat/takdir/jodoh yg sudah ditetapkan olehNYA

Banyak masalah,
Ada baiknya diterima dengan lapang dada

Semua orang bersikap baik,
hari2 akan terasa lebih baik

Kamu Baik aku Baik,
dunia akan lebih baik

Kesimpulannya,
harus mensyukuri dgn apa yg sdh kita miliki

Seorang petani dan istrinya bergandengan tangan menyusuri jalan sepulang dari sawah sambil diguyur air hujan.

Lewatlah sebuah motor di depan mereka. Berkatalah petani ini pada istrinya: “Lihatlah Bu, betapa bahagianya suami istri yang naik motor itu, meskipun mereka juga kehujanan, tapi mereka bisa cepatsampai di rumah. Tidak seperti kita yang harus lelah berjalan untuk sampai ke rumah.”

Sementara itu, pengendara sepeda motor dan istrinya yang sedang berboncengan di bawah derasnya air hujan, melihat sebuah mobil pick up lewat di depan mereka.

Pengendara motor itu berkata kepada istrinya: “Lihat bu, betapa bahagianya orang yang naik mobil itu. Mereka tidak perlu kehujanan seperti kita.”

Di dalam mobil pick up yang dikendarai sepasang suami istri, terjadi perbincangan, ketika sebuah mobilsedan Mercy lewat di hadapan mereka: “Lihatlah bu, betapa bahagia orang yang naik mobil bagus itu. Mobil itu pasti nyaman dikendarai, tidak seperti mobil kita yang sering mogok.”

Pengendara mobil Mercy itu seorang pria kaya, dan ketika dia melihat sepasang suami istri yang berjalan bergandengan tangan di bawah guyuran air hujan, pria kaya itu berkata dalam hatinya: “Betapa bahagianya suami istri itu. Mereka dengan mesranya berjalan bergandengan tangan sambil menyusuri indahnya jalan di pedesaan ini. Sementara aku dan istriku tidak pernah punya waktu untuk berdua karena kesibukan kami masing masing.”

Kebahagiaan tak akan pernah kau miliki jika kau hanya melihat kebahagiaan milik orang lain, dan selalu membandingkan hidupmu dengan hidup orang lain.

Bersyukurlah atas hidupmu supaya kau tahu di mana kebahagiaan itu berada.

Perbicaraan Bayi Dengan Tuhan Sebelum Lahir Di Dunia

Suatu ketika… seorang bayi siap dilahirkan ke dunia, menjelang diturunkan… Dia bertanya kepada TUHAN:
bayi : “para malaikat di sini mengatakan, bahwa besok engkau akan mengirimku ke dunia, tetapi… bagaimana cara saya hidup di sana, saya begitu kecil dan lemah”

TUHAN : “aku telah memilih satu malaikat untukmu… ia akan menjaga dan mengasihimu”
bayi : “tapi di surga apa yang saya lakukan hanyalah bernyanyi dan tertawa ini cukup bagi saya untuk bahagia”
TUHAN : “malaikatmu akan bernyanyi dan tersenyum untukmu setiap hari, dan kamu akan merasakan kehangatan cintanya dan lebih berbahagia”
bayi : “dan apa yang dapat saya lakukan saat saya ingin berbicara kepadamu?”
TUHAN : “malaikatmu akan mengajarkan… bagaimana cara kamu berdoa”
bayi : “saya mendengar bahwa di bumi banyak orang jahat, siapa yang akan melindungi saya?”
TUHAN : “malaikatmu akan melindungimu, dengan taruhan jiwanya sekalipun”
bayi : “tapi saya akan bersedih karena tidak melihat engkau lagi”
TUHAN : “malaikatmu akan menceritakan kepadamu tentang aku, dan akan mengajarkan bagaimana agar kamu bisa kembali kepadaku, walaupun sesungguhnya aku selalu berada di sisimu”
saat itu surga begitu tenangnya… sehingga suara dari bumi dapat terdengar dan sang anak dengan suara lirih bertanya
bayi : “TUHAN………. jika saya harus pergi sekarang, bisakah engkau memberitahuku, siapa nama malaikat di rumahku nanti”?
TUHAN : “kamu dapat memanggil nama malaikatmu itu…… I B U…”
kenanglah ibu yang menyayangimu..Untuk ibu yang selalu meneteskan air mata ketika kau pergi…Ingatkah engkau ketika ibumu rela tidur tanpa selimut demi melihatmu tidur nyenyak dengan dua selimut membalut tubuhmu..

Ingatkah engkau..ketika jemari ibu mengusap lembut kepalamu?Dan ingatkan engkau ketika air mata menetes dari mata ibumu ketika ia melihatmu terbaring sakit…

Sesekali jenguklah ibumu yang selalu menantikan kepulanganmu di rumah tempat kau dilahirkan..

Kembalilah…mohon maaf…pada ibumu yang selalu rindu akan senyumanmu..

Jangan biarkan kau kehilangan saat-saat yang akan kau rindukan di masa datang,ketika ibu telah tiada…

Tak ada lagi di depan pintu yang menyambut kita…,tak ada lagi senyuman indah…tanda bahagia..Yang ada hanyalah kamar kosong tiada penghuninya..yang ada hanyalah baju yang digantung di lemarinya..Tak ada lagi..dan tak akan ada lagi.. Yang akan meneteskan air mata mendo’akanmu disetiap hembusan nafasnya..Pulang..dan kembalilah segera…peluklah ibu yang selalu menyayangimu..

Ciumlah kaki ibu yang selalu merindukanmu dan berikanlah yang terbaik di akhir hayatnya..

IBU adalah malaikat yang dikirim oleh Tuhan kepada kita , jagalah perasaan seorang ibu karena dia yang dipercaya Tuhan untuk menjaga kita…

Anda Sedang Ada Masalah?

Seorg dokter yg sdg bergegas masuk ke dlm ruang operasi..
Ayah dr anak yg akan dioperasi menghampirinya…

“Kenapa lama sekali anda sampai ke sini? Apa anda tidak tau,nyawa anak saya terancam jika tdk segera di operasi?” Labrak si ayah.

Dokter itu tersenyum,
“Maaf, saya sedang tdk di RS tadi, tp saya secepatnya ke sini setelah ditelepon pihak RS.”

Lalu ia menuju ruang operasi,
setelah beberapa jam ia keluar dgn senyuman di wajahnya. “Puji Tuhan, keadaan anak anda kini stabil.”
Tanpa menunggu jawaban sang ayah, dokter tsb berkata “Suster akan membantu anda jk ada yg ingin anda tanyakan.” Dokter tsb berlalu.

“Knp dokter itu angkuh sekali? Dia kan sepatutnya memberikan penjelasan mengenai keadaan anak saya!”
Sang ayah berkata pd suster.

Sambil meneteskan airmata suster menjawab:
“Anak dokter tsb meninggal dlm kecelakaan kemarin sore, ia sedang menguburkan anaknya saat kami meneleponnya u/ melakukan operasi pd anak anda. Skrg anak anda telah selamat, ia bisa kembali berkabung.” …. :O

JANGAN PERNAH TERBURU2 MENILAI SESEORANG..
Tp maklumilah tiap jiwa disekeliling kita yg menyimpan cerita kehidupan tak terbayangkan di benak kita…

ada  air mata dibalik setiap senyuman..
ada  kasih sayang dibalik setiap amarah..
ada  pengorbanan dibalik setiap ketidak pedulian..
ada  harapan dibalik setiap kesakitan..
ada  kekecewaan dibalik setiap derai tawa..

Semoga bermanfaat agar kita menjadi manusia dgn rasa maklum yg semakin luas & bersyukur dgn apa yg telah TUHAN berikan dlm hidup ini.

INGAT, kita bukan satu2nya manusia dgn segudang masalah…

Tersenyumlah ..
Karna senyum mampu membasuh setiap luka ..
maafkanlah..
Karna maaf mampu menyembuhkan semua rasa sakit..

Harï iñi aku menyapa kamu  dèngan senyuman..
Semoga harimu indah..

Toko Yang Menjual Istri.

Toko yg menjual istri baru dibuka, dmn pria dpt memilih wanita untuk dijadikan sebagai seorang istri.

Di antara instruksi2 yg ada di pintu masuk, terdpt instruksi yg menunjukkan bgmn aturan main utk masuk toko tsb:

“Kamu hny dpt mengunjungi toko ini SATU KALI!”

Toko tsb terdiri dr 6 lantai dimn setiap lantai akan menunjukkan kelompok calon istri.

Semkin tinggi lantainya, semkn tinggi pula nilai wanita tsb. Kamu dpt memilih wanita di lantai tertntu / lbh memilih ke
lantai berikutnya, tp dgn syarat tdk bs turun lg ke lantai sblmnya kecuali utk keluar dr toko.

Lalu, seorang pria pun pergi ke ” TOKO ISTRI ” tsb untuk mencari istri. Di stp lantai terdpt tulisan spt ini:

Lt 1:

“Wanita di lt ini taat pd Tuhan & pandai memasak.”

Pria itu tersenyum, kmd dia naik ke lantai selanjutnya.

Lt 2:

“Wanita di lt ini taat pd Tuhan, pandai memasak & lemah lembut.”

Kmbali pria itu naik ke lantai selanjutnya.

Lt 3:

“Wanita di lt ini taat pd Tuhan, pandai memasak, lemah lembut & cantik.”

”Wow!”, ujar sang pria, tetapi pikirannya msh penasaran & trs naik.

Lalu smpailah pria itu di lt. 4 n terdpt tulisan:

“Wanita di lt ini taat pd Tuhan, pandai memasak, lemah lembut, cantik banget & syg anak.”

”Ya ampun!” Dia berseru, ”Aku hampir tak percaya!”

Dan dia tetap mlanjutkan ke lt 5:

“Wanita di lt ini taat pd Tuhan, pandai memasak, lemah lembut, cantik banget, syg anak & sexy.”

Dia tergoda utk berhenti tp kmd dia melangkah ke lt. 6 & terdpt tulisan:

“Anda adalah pengunjung yg ke 4.363.012.000. Tdk ada wanita di lantai ini. Lantai ini hny semata2 pembuktian utk pria yg tdk pernah puas.”

Trm ksh tlh berblanja di ” TOKO ISTRI “. Mohon hati2 ketika keluar dr sini.

Pesan moral ini bkn cm utk pria tp jg wanita: “Tetaplah slalu merasa puas akan pasangan yg sudah Tuhan sediakan.
Jgn terus mencari yg terbaik tp jadikanlah yg ada yg terbaik buat anda, karna Tuhan sudah sediakan, itulah pasangan yg terbaik bagi kamu seumur hidupmu hingga maut memisahkan

Hidup adalah Pilihan

Hidup adalah Pilihan

Dlm suatu perjalanan, kereta api memperlambat lajunya dan berhenti di suatu stasiun. Naiklah seorang ibu dgn 2 anaknya yang masih kecil2 ke dlm salah satu gerbong.

Penumpang cukup padat. Beruntung sang ibu dan kedua anaknya mendapatkan tempat duduk.

Awalnya kedua anak kecil itu duduk tenang. Tak lama kemudian, mereka mulai berlarian sambil berteriak2.

Mereka juga naik ke tempat duduk, menarik bacaan para penumpang. Keduanya membuat suasana gerbong jadi gaduh dan tidak nyaman.

Setelah cukup lama menahan diri, seorang bapak yang duduk di sebelah sang ibu menegur, “Kenapa Anda membiarkan saja kedua anak Anda membuat ribut dan mengganggu seisi gerbong?”

Seakan baru tersadar, sang ibu menjawab perlahan, “Saya masih bingung bagaimana menjelaskan kepada mereka saat nanti kami sampai di RS untuk menjemput jenasah ayahnya.”

Ternyata sang ibu mendapat berita bhw suaminya sudah meninggal di RS karena kecelakaan. Dia dan anak2nya skrg dlm perjalanan ke RS.

Seketika si bapak yang bertanya terdiam. Segera dari mulut ke kuping tersebar informasi tsb dan semua penumpang yang tadinya merasa terganggu, berganti iba dan simpati.

Alih2 kesal dan mau marah kpd anak2 yang bikin gaduh dan ibunya yang terlihat cuek, sebagian penumpang malah mulai ikut bermain dan bercanda dgn kedua anak itu.

Setelah mengetahui lengkap/persis apa yang terjadi, reaksi penumpang berbalik 180 derajat!

Demikianlah dlm kehidupan. Mengetahui lengkap dibanding hanya sebagian, sangat mungkin membuat perbedaan respon seseorang terhadap suatu kejadian/masalah.

Di saat Anda kesal/mau marah, cobalah tahan sejenak dan cari tahu lebih banyak. Dgn tambahan informasi, mungkin Anda tidak jadi marah, sehingga tidak muncul penyesalan kemudian…

Cerita di atas diadopsi dan dimodifikasi dari Buku Stephen R. Covey, ‘Seven Habits of Highly Effective People’.

BUKU HARIAN AYAH

Ayah & ibu sdh menikah 30 th & Michael tdk pernah melihat mrk bertengkar.

Bagi Michael, perkawinan ayah & ibu menjadi teladan baginya.

Setelah menikah, dia & istrinya sering bertengkar krn hal-hal kecil.

Ketika pulang ke rumah ayahnya, MIchael menuturkan keluhannya pada ayahnya.

Ayahnya mendengarkan kemudian masuk ke kamarnya, dan keluar dgn mengusung buku2 & ditumpuknya di depan Michael.

Sebagian buku sdh kuning, kelihatannya sdh disimpan lama.

Dgn penuh rasa ingin tahu Michael mengambil satu buku itu. Tulisannya benar tulisan ayahnya, agak miring & aneh, ada yg jelas, ada yg semrawut, bahkan ada yg tulisannya sampai menembusi beberapa halaman.

Michael membaca halaman2 buku itu.
Semuanya merupakan catatan hal2 sepele, “Suhu udara berubah jadi dingin, ia mulai merajut baju wol untukku. Anak2 berisik, untung ada dia.”

Semua itu catatan kebaikan & cinta ibu kpd ayah, cinta ibu kpd anak2 & keluarga. Matanya berlinang air mata. Michael mengangkat kepala, dgn haru dia berkata pada ayahnya, “Ayah, saya sangat kagum pada ayah & ibu.”

Ayahnya berkata, “Tidak perlu kagum, kamu juga bisa.”

Ayah berkata lagi, “Menjadi suami istri selama puluhan tahun, tdk mungkin menghindari pertengkaran. Ibumu kalau kesal, suka cari gara2, melampiaskan kemarahannya & ngomel. Dlm buku aku tuliskan yg telah ibumu lakukan demi rumah tangga ini. Seringkali hatiku penuh amarah waktu menulis, kertasnya sampai sobek, tembus oleh pena. Tapi aku terus menulis semua kebaikannya. Aku renungkan, akhirnya emosi itu lenyap, yg tinggal semuanya kebaikan ibumu.”

Michael mendengarkan, lalu bertanya, “Ayah, apakah ibu pernah melihat catatan ini?”

Ayah tertawa & berkata, “Ibumu juga memiliki buku. Bukunya berisi kebaikan diriku. Sering kami saling bertukar buku & saling menertawakan. Ha…ha…ha…”

Tiba2 Michael sadar akan rahasia pernikahan, “Mencintai itu sangat sederhana. Ingat & catat kebaikan pasangan. Lupakan dan maafkan segala kesalahannya.”

Mari kita praktekkan :)

KISAH MENGHARUKAN PENUH INSPIRASI UNTUK PARA ISTRI DAN SUAMI

Semoga peristiwa di bawah ini membuat kita belajar bersyukur untuk apa yang kita miliki :

Aku membencinya, itulah yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir sepanjang kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, aku tak pernah benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua, membuatku membenci suamiku sendiri.

Walaupun menikah terpaksa, aku tak pernah menunjukkan sikap benciku. Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan lain. Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka, suamiku adalah sosok suami sempurna untuk putri satu-satunya mereka.

Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua keinginanku.

Di rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang berani melawan. Jika ada sedikit saja masalah, aku selalu menyalahkan suamiku. Aku tak suka handuknya yang basah yang diletakkan di tempat tidur, aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia memakai komputerku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senang dengan teman-temanku.

Tadinya aku memilih untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan keinginannya begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum pil KB dan meskipun ia tahu ia membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya.

Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran yang sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak hamil lagi. Dengan patuh ia melakukan semua keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya bersama kedua anak kami.

Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang tahun yang ke-delapan. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bangun paling akhir. Suami dan anak-anak sudah menungguku di meja makan. Seperti biasa, dialah yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah. Hari itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku hanya menjawab dengan anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang mengingatkan peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan tidak hadir di acara ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan perkawinanku, aku juga membenci kedua orangtuaku.

Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti anak-anak. Tetapi hari itu, ia juga memelukku sehingga anak-anak menggoda ayahnya dengan ribut. Aku berusaha mengelak dan melepaskan pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan berat untuk pergi.

Ketika mereka pergi, akupun memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku beberapa jam kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang yang tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk saling memamerkan kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar tagihan salon, namun betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa dompetku tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak menemukannya di dalam tas. Sambil berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan aku menelepon suamiku dan bertanya.

“Maaf sayang, kemarin Farhan meminta uang jajan dan aku tak punya uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku.” Katanya menjelaskan dengan lembut.

Dengan marah, aku mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon tanpa menunggunya selesai bicara. Tak lama kemudian, handphoneku kembali berbunyi dan meski masih kesal, akupun mengangkatnya dengan setengah membentak. “Apalagi??”

“Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya padamu. Sayang sekarang ada dimana?” tanya suamiku cepat , kuatir aku menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku dan tanpa menunggu jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon. Aku berbicara dengan kasir dan mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si empunya Salon yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan mengatakan aku bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi. Tapi rasa malu karena “musuh”ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untuk berhutang dulu.

Hujan turun ketika aku melihat keluar dan berharap mobil suamiku segera sampai. Menit berlalu menjadi jam, aku semakin tidak sabar sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak ada jawaban meskipun sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya hanya dua kali berdering teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan marah.

Teleponku diangkat setelah beberapa kali mencoba. Ketika suara bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing menjawab telepon suamiku. Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing itu memperkenalkan diri, “selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak armandi?” kujawab pertanyaan itu segera. Lelaki asing itu ternyata seorang polisi, ia memberitahu bahwa suamiku mengalami kecelakaan dan saat ini ia sedang dibawa ke rumah sakit kepolisian. Saat itu aku hanya terdiam dan hanya menjawab terima kasih. Ketika telepon ditutup, aku berjongkok dengan bingung. Tanganku menggenggam erat handphone yang kupegang dan beberapa pegawai salon mendekatiku dengan sigap bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih kertas.

Entah bagaimana akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana juga tahu-tahu seluruh keluarga hadir di sana menyusulku. Aku yang hanya diam seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku tak tahu harus melakukan apa karena selama ini dialah yang melakukan segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam, tepat ketika kumandang adzan maghrib terdengar seorang dokter keluar dan menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena kecelakaan itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan kematiannya. Selesai mendengar kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan kedua orangtuaku dan orangtuanya yang shock. Sama sekali tak ada airmata setetespun keluar di kedua mataku. Aku sibuk menenangkan ayah ibu dan mertuaku. Anak-anak yang terpukul memelukku dengan erat tetapi kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku menangis.

Ketika jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di hadapannya, aku termangu menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku benar-benar menatap wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan kupandangi dengan seksama. Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa yang telah ia berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami. Kusentuh perlahan wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali pertama kali aku menyentuh wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat. Airmata merebak dimataku, mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap berusaha mengusap agar airmata tak menghalangi tatapan terakhirku padanya, aku ingin mengingat semua bagian wajahnya agar kenangan manis tentang suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti, airmataku semakin deras membanjiri kedua pipiku. Peringatan dari imam mesjid yang mengatur prosesi pemakaman tidak mampu membuatku berhenti menangis. Aku berusaha menahannya, tapi dadaku sesak mengingat apa yang telah kuperbuat padanya terakhir kali kami berbicara.

Aku teringat betapa aku tak pernah memperhatikan kesehatannya. Aku hampir tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu mengatur apa yang kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus kukonsumsi terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah absen mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak pernah bertanya. Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak disukai. Hampir seluruh keluarga tahu bahwa suamiku adalah penggemar mie instant dan kopi kental. Dadaku sesak mendengarnya, karena aku tahu ia mungkin terpaksa makan mie instant karena aku hampir tak pernah memasak untuknya. Aku hanya memasak untuk anak-anak dan diriku sendiri. Aku tak perduli dia sudah makan atau belum ketika pulang kerja. Ia bisa makan masakanku hanya kalau bersisa. Iapun pulang larut malam setiap hari karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak pernah mau menanggapi permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya karena tak mau jauh-jauh dari tempat tinggal teman-temanku.

Saat pemakaman, aku tak mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika melihat tubuhnya hilang bersamaan onggokan tanah yang menimbun. Aku tak tahu apapun sampai terbangun di tempat tidur besarku. Aku terbangun dengan rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga besarku membujukku dengan sia-sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku begitu terluka kehilangan dirinya.

Hari-hari yang kujalani setelah kepergiannya bukanlah kebebasan seperti yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah terjebak di dalam keinginan untuk bersamanya. Di hari-hari awal kepergiannya, aku duduk termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan ibu mertuaku membujukku makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan kalau aku sedang mengambek dulu. Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi, aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yang datang, aku berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang datang. Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali aku tidak bisa melakukan sesuatu di rumah, membuat teman kerjanya kebingungan menjawab teleponku. Setiap malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dengan sosoknya di sebelahku.

Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengar suara dengkurannya, tapi sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali. Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, tetapi kini aku merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku begitu kesal jika ia melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di laptopku tanpa me-log out, sekarang aku memandangi komputer, mengusap tuts-tutsnya berharap bekas jari-jarinya masih tertinggal di sana. Dulu aku paling tidak suka ia membuat kopi tanpa alas piring di meja, sekarang bekasnya yang tersisa di sarapan pagi terakhirnyapun tidak mau kuhapus. Remote televisi yang biasa disembunyikannya, sekarang dengan mudah kutemukan meski aku berharap bisa mengganti kehilangannya dengan kehilangan remote. Semua kebodohan itu kulakukan karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena panah cintanya.

Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah karena semua kelihatan normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah karena baju-bajunya masih di sana meninggalkan baunya yang membuatku rindu. Aku marah karena tak bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi yang membujukku agar tenang, tak ada lagi yang mengingatkanku sholat meskipun kini kulakukan dengan ikhlas. Aku sholat karena aku ingin meminta maaf, meminta maaf pada Allah karena menyia-nyiakan suami yang dianugerahi padaku, meminta ampun karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami yang begitu sempurna. Sholatlah yang mampu menghapus dukaku sedikit demi sedikit. Cinta Allah padaku ditunjukkannya dengan begitu banyak perhatian dari keluarga untukku dan anak-anak. Teman-temanku yang selama ini kubela-belain, hampir tak pernah menunjukkan batang hidung mereka setelah kepergian suamiku.

Empat puluh hari setelah kematiannya, keluarga mengingatkanku untuk bangkit dari keterpurukan. Ada dua anak yang menungguku dan harus kuhidupi. Kembali rasa bingung merasukiku. Selama ini aku tahu beres dan tak pernah bekerja. Semua dilakukan suamiku. Berapa besar pendapatannya selama ini aku tak pernah peduli, yang kupedulikan hanya jumlah rupiah yang ia transfer ke rekeningku untuk kupakai untuk keperluan pribadi dan setiap bulan uang itu hampir tak pernah bersisa. Dari kantor tempatnya bekerja, aku memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi bonusnya. Ketika melihatnya aku terdiam tak menyangka, ternyata seluruh gajinya ditransfer ke rekeningku selama ini. Padahal aku tak pernah sedikitpun menggunakan untuk keperluan rumah tangga. Entah darimana ia memperoleh uang lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga karena aku tak pernah bertanya sekalipun soal itu.Yang aku tahu sekarang aku harus bekerja atau anak-anakku takkan bisa hidup karena jumlah gaji terakhir dan kompensasi bonusnya takkan cukup untuk menghidupi kami bertiga. Tapi bekerja di mana? Aku hampir tak pernah punya pengalaman sama sekali. Semuanya selalu diatur oleh dia.

Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris memberikan sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan seluruh kekayaannya padaku dan anak-anak, ia menyertai ibunya dalam surat tersebut tapi yang membuatku tak mampu berkata apapun adalah isi suratnya untukku.

Istriku Liliana tersayang,

Maaf karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu, sayang. maaf karena harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri. Maaf karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah memberiku waktu yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak adalah hal terbaik yang pernah kulakukan untukmu.

Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi sayang selamanya. Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja. Selama ini aku telah menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian nanti. Aku tak ingin sayang susah setelah aku pergi. Tak banyak yang bisa kuberikan tetapi aku berharap sayang bisa memanfaatkannya untuk membesarkan dan mendidik anak-anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya sayang.

Jangan menangis, sayangku yang manja. Lakukan banyak hal untuk membuat hidupmu yang terbuang percuma selama ini. Aku memberi kebebasan padamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak sempat kau lakukan selama ini. Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu jodoh yang lebih baik dariku.

Teruntuk Farah, putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa mendampingimu. Jadilah istri yang baik seperti Ibu dan Farhan, ksatria pelindungku. Jagalah Ibu dan Farah. Jangan jadi anak yang bandel lagi dan selalu ingat dimanapun kalian berada, ayah akan disana melihatnya. Oke, Buddy!

Aku terisak membaca surat itu, ada gambar kartun dengan kacamata yang diberi lidah menjulur khas suamiku kalau ia mengirimkan note.

Notaris memberitahu bahwa selama ini suamiku memiliki beberapa asuransi dan tabungan deposito dari hasil warisan ayah kandungnya. Suamiku membuat beberapa usaha dari hasil deposito tabungan tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil meskipun dimanajerin oleh orang-orang kepercayaannya. Aku hanya bisa menangis terharu mengetahui betapa besar cintanya pada kami, sehingga ketika ajal menjemputnya ia tetap membanjiri kami dengan cinta.

Aku tak pernah berpikir untuk menikah lagi. Banyaknya lelaki yang hadir tak mampu menghapus sosoknya yang masih begitu hidup di dalam hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan untuk anak-anakku. Ketika orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu meninggalkanku selaman-lamanya, tak satupun meninggalkan kesedihan sedalam kesedihanku saat suamiku pergi.

Kini kedua putra putriku berusia duapuluh tiga tahun. Dua hari lagi putriku menikahi seorang pemuda dari tanah seberang. Putri kami bertanya, “Ibu, aku harus bagaimana nanti setelah menjadi istri, soalnya Farah kan ga bisa masak, ga bisa nyuci, gimana ya bu?”

Aku merangkulnya sambil berkata “Cinta sayang, cintailah suamimu, cintailah pilihan hatimu, cintailah apa yang ia miliki dan kau akan mendapatkan segalanya. Karena cinta, kau akan belajar menyenangkan hatinya, akan belajar menerima kekurangannya, akan belajar bahwa sebesar apapun persoalan, kalian akan menyelesaikannya atas nama cinta.”

Putriku menatapku, “seperti cinta ibu untuk ayah? Cinta itukah yang membuat ibu tetap setia pada ayah sampai sekarang?”

Aku menggeleng, “bukan, sayangku. Cintailah suamimu seperti ayah mencintai ibu dulu, seperti ayah mencintai kalian berdua. Ibu setia pada ayah karena cinta ayah yang begitu besar pada ibu dan kalian berdua.”

Aku mungkin tak beruntung karena tak sempat menunjukkan cintaku pada suamiku. Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk membencinya, tetapi menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk mencintainya. Aku bebas darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya yang begitu tulus.